Tampak depan
Di tahun 1978, bapak membangun rumah ini. Beliau membeli tanah tersebut dari pamannya, yang kebetulan memiliki banyak tanah di Kendari. Harga yang murah untuk tanah yang cukup luas, harga persaudaraan.
Pada awalnya, hanya ada tiga kamar tidur. Bapak lalu mengembangkannya menjadi lima. Bagian belakang diperluas, sehingga bisa menampung lebih banyak orang. Saya masih ingat saat lantai di bagian belakang diperlicin memakai mesin dan air, kami yang masih keci bermain-main di atas lantai yang penuh dengan air, seakan berada di kolam renang. Hiburan yang masih sedikit membuat kami sering berimajinasi.
Bapak adalah orang yang sangat cinta keluarga, sehingga tak bisa menolak kalau ada keluarga yang ingin tinggal di rumah kami. Bahkan, ada yang sampai disekolahkan. Rumah itu terbuka bagi siapa saja, bahkan yang keluarga jauh sekali pun. Asal, mereka mengikuti aturan di dalam rumah, dan membantu pekerjaan rumah tangga sehari-hari.
Tampak belakang
Saya lahir di sini. Dengan bantuan bidan yang sampai kini masih bertugas, beliau tinggal di lorong yang sama. Adik perempuan saya juga lahir di sini. Kami berdua besar di sini, dan diasuh oleh banyak tangan, bukan mama saya saja. Pengasuh-pengasuh kami adalah para "anak tinggal", istilah bagi mereka yang menumpang di rumah ini. Merekalah keluarga dekat dan jauh yang saya ceritakan di paragrafi sebelumnya. Bukan oleh wanita saja, saya bahkan di asuh secara intensif oleh seorang pria, sepupu bapak. Setelah beberapa tahun, jumlah anak tinggal pun berkurang. Budaya dan tradisi menumpang di rumah keluarga telah berganti, banyak yang memilih kos dan hidup dengan bebas, tidak terikat peraturan di rumah keluarga.
Pembagian kamar di rumah ini, kamar depan untuk kakak laki-laki saya. Dia juga kadang berbagi dengan paman atau sepupu yang lain. Sedang kamar di tengah buat bapak, mama , saya dan adik perempuan saya. Kami tidur berempat dalam satu tempat tidur. Kamar di sebelah kamar bapak, milik kakak pertama saya yang perempuan. Terkadang, kakak saya tidur dengan bibi, adik mama, yang masih bersekolah. Sedang kamar-kamar di belakang berganti-ganti penghuni. Yang pasti, rumah kami selalu penuh dengan orang.
Lahan yang luas dan cukup subur membuat banyak tanaman dapat tumbuh di sana. Tanaman seperti jambu, mangga, rambutan, jambu monyet, pinus dan lain-lain. Pada akhir tahun 1990-an, bapak saya bersekolah di jurusan pertanian. Maka, rumah kami menjadi salah satu lahan ujicobanya. Di halaman belakang, bapak menanam jagung, kacang panjang, kacang tanah, dan beberapa jenis tanaman jangka pendek lainnya. Panen jagung adalah hal yang paling saya ingat, berjalan di antara pohon-pohon jagung, memetiknya, dan mengubahnya menjadi jagung rebus dan jagung tumbuk (katumbu, dalam bahasa Muna).
Pohon jambu air yang terletak di depan dan samping rumah, merupakan tempat favorit saya, untuk bersantai. Sepulang sekolah, saya biasanya naik ke atas pohon dan bisa bertahan hingga beberapa menit, demi mendapat buah jambu air yang merah dan manis, kesukaan saya. Semut dan tingginya pohon tidak menjadi rintangan, kalau sudah menjadi hobi, bahkan yang tersulit bisa ditaklukkan. Selain jambu air, saya juga suka jambu bol. Daging buahnya yang seperti kapas saat digigit memberi sensasi tersendiri. Memanjat pohon yang ini saya perlu strategi, sebab mesti memindahkan pot-pot bunga Mama terlebih dahulu yang terletak tepat di bawah pohonnya.
Pohon mangga yang tinggi, di belakang rumah (seperti yang terlihat pada gambar) , adalah mangga macan. Mangga yang sangat enak, baunya sangat tajam dan khas, sehingga bila matang, jangan harap bisa menyembunyikannya, pasti ketahuan dari baunya saja. Memakan buah ini dalam jumlah banyak bisa berbahaya, karena bisa memabukkan. Bapak pernah membuatkan ayunan buat kami di pohon ini, karena cabangnya yang sangat kokoh, cocok untuk ayunan.
Mama juga senang dengan tanaman, khususnya bunga. Puluhan pot bunga berjajar mengelilingi rumah. Bunga-bunga tersebut terlihat indah dan segar, karena mama rajin merawatnya. Tapi, karena sering keluarga kami akhirnya pindah, bunga-bunga itu banyak yang mati. Dan, yang tersisa hanya beberapa pot saja.
Tampak samping
Di belakang rumah, kami memiliki sumur. Sumur ini banyak membantu keluarga kami, terutama saat akhirnya saluran air diputus oleh PAM. Airnya yang tak pernah kering, bahkan saat musim kemarau paling parah, membuatnya menjadi favorit tetangga kami juga. Kini nasib sumur berakhir karena amblas dan tidak terurus.
Pada tahun 1993, bapak dipindah tugaskan ke kampung, Raha. Kami semua ikut bapak ke sana. Dan, meninggalkan rumah itu. Karena beranggapan hanya untuk sementara, rumah itu dikontrakkan. Memang hanya sementara, lima tahun kemudian bapak kembali di tugaskan ke Kendari. Kami kembali lagi ke rumah ini. Tapi, kali ini bukan milik kami lagi. Rumah ini telah dijual, beserta setengah lahannya. Kami hanya menumpang di rumah ini, menunggu pembangunan rumah baru di lahan belakang, rumah yang saya tempati sekarang.
Kakak-kakakku berpose di depan rumah, sebelum ke sekolah
Kini, rumah ini beralih fungsi menjadi bengkel lemari aluminium. Kondisinya memprihatinkan, fisik bangunan tidak dirawat. Perlahan-lahan, mungkin akan ambruk. Sepertinya, tidak lama lagi di atas tanahnya akan dibangun ruko. Seperti yang mafhum terjadi di Kendari, kota seribu ruko. Tetapi, kenangan akan tetap bertahan. Karena, letaknya yang masih berdekatan dengan rumah kami sekarang, di sebelah rumah.
* Demi ikut lombanya mbak Intan
makin banyak yg ikut ya. He2.
ReplyDeleteiya...kalo gak dapat logam mulianya, setidaknya bisa ikutan di bukunya mb intan, aamiin.
ReplyDeletebaru tau kalo Kendari itu kota seribu toko. dan, wah, keren banget, ada lab alam sendiri di dekat rumah. dulu di rumahku yg sekarang ini ada pohon belimbing. meski ga bisa dipanjat (karena pohonnya pendek) tapi aku suka main di bawah pohonnya. kadang sampai naik genteng rumah buat ambil buah2nya. tapi pohonnya udah ditebang sekarang.
ReplyDeleteasyik punya rumah yg banyak buah2annya :)
ReplyDeleteBelimbing wuluh ya? kalo belimbing wuluh enaknya dimasak dengan ikan, jadi ikan kuah asam...ssslllrrrpppp. *malah bahas makanan
ReplyDeletesekarang gak lagi vi...pohon jambunya ga ada lagi, mangganya juga jadi mangga kerdil. buahnya kecil2 gitu..
ReplyDeleteDepan rumah yang sekarang cuman ada kelapa kuning, sereh, pandan, cabe hijau..gak ada buah.
belimbing buah. kalo belimbing wuluh adanya di rumah nenekku..
ReplyDeleteserunya, masih punya foto rumah itu...:)
ReplyDelete3 foto pertama mah diambilx baru mb dian,kan di sbelah rumah. Jalan dikit, ngarahin hp, ceklik, dpet deh fotonyaB-).
ReplyDeletePia dimana ini?
ReplyDeletedekat hotel Putri kak, depannya Mega Matahari serong kiri, jalan. Rambutan :) * wah, ketahuan alamatku..:P..
ReplyDeleteOh ya ya... pantesan tadi kayaknya kenal sama poto persimpangan yang poto pertama itu
ReplyDeletedari tadi mikir.... itu dimana ya...ternyata...seputaran wua-wua juga hehehe
makasih sudah partisipasi ya... langsung locked
ReplyDeleteSama2 mbak.
ReplyDeletewah rumahnya jadi bengkel lemari aluminium..
ReplyDeleterumah kenangan ga ada gantinya ya..
@Mba tintin, makasih sudah mampir :)
ReplyDeleteYap, kenangan itu ga bisa diganti ;)
gak ngerti,gimana cara votenya?
ReplyDeleteAda linknya di QN-ku yg terakhr, zaki-kun.
ReplyDeletetadi udah lihat versi mobilenya, tapi gak ada buat votenya
ReplyDeleteDitulis dkolom komenx zaki-kun, nomor dan nama peserta yg difavekan. Contohx.."mb intan, sy ikut milih ya.
ReplyDelete17 pianochenk dan .. .." *promo,promo tiada henti
oooh gitu,melunjur deh, arigato ne
ReplyDeleteHai..haiB-)
ReplyDeletevote vote vote, eh bukan disini ya vote nya
ReplyDeletekalau cm vote 1 bisa g mb?
Numpang bacaaa..
ReplyDeleteSalam kenal, semoga menang yaa :)
@mb ummu,bsa mb. Tp ga bs dpet hadiah hiburan loh. Eniwei, maksih ya mb sdh divote. Walo ga menang, tp krena ada yg milih terasa sesuatu bnget, hehe.
ReplyDelete@mb tyas, makasiy. Salam kenal jg mb.
ini yg d rambutan-kan?
ReplyDeleteduah kok mb, vote3 milih dulu semalam :)
ReplyDeleteduah=udah :D
ReplyDeleteRaya, iyo.
ReplyDeleteMb ummu, udah udah..hehe