"Gimana pia, temen-temenmu di sana?"
"Kenapa pak?"
"Tuh, pada rusuh..!"
"Wah, itu biasa pak. kalo di Kampus, memang diajarin demo!"
Makassar, kota yang saya tinggali selama kurang lebih lima tahun, memang kota yang unik. Orang-orangnya juga.
Masyarakat, sebagian adalah suku Bugis, Makassar, serta orang-orang pendatang dari luar Sulawesi Selatan, terkenal agak "keras", baik dari bicara maupun pembawaan. Dan, semuanya, kembali terlihat dari demo-demo mahasiswa. Walaupun, sebagian mahasiswa bukanlah asli dari Sulawesi Selatan, tapi kota ini memang "mempengaruhi" masyarakatnya dalam bersikap. Suhu kota yang panas, serta budaya yang berkembang, berperan dalam menciptakan masyarakat yang dinamis. Baik dalam arti positif atau negatif.
Tapi, berbicara soal rusuh dan anarkisme, tidak adil kalo cuma melihat Makassar. Setelah reformasi 1998, banyak kota-kota lain yang tidak kalah "ramenya". Hanya, mungkin saja, dalam soal kualitas demo, unjuk rasa Mahasiswa di Makassar memang lebih "berani".
Selain Makassar, kota yang dekat dengan saya, Kendari, juga tidak kalah serunya. Kampus negeri di sana, Haluoleo beberapa kali menghiasi pemberitaan dengan kabar tawuran. Saat tawuran, batas antara preman dan Mahasiswa menjadi kabur, semuanya terlihat sama.
Hal yang menyedihkan sekaligus memprihatinkan. Anak-anak muda yang di kirim orangtuanya untuk memegang buku ,belajar di kampus, malah memegang batu dan parang di jalan. Membuat kita bertanya-tanya, akan seperti apa bangsa ini di masa hadapan?
No comments:
Post a Comment