Perjalanan. Apa makna perjalanan sebenarnya? Kalau secara harafiah, mungkin hanya perpindahan seseorang dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Namun, umumnya perjalanan (travelling) mensyaratkan tempat yang lumayan jauh dari tempat semula, kalau bisa memakan waktu berjam-jam.
Bagi saya, defenisi perjalanan bisa dibelokkan sedikit. Sesuai moto saya semenjak tahun lalu, "Apa sih yang tak bisa di Indonesia??" hehe. Ini bukan lagi soal jarak dan waktu, tetapi makna di balik perjalanan itu (tsaaaaah!).
Setelah bertahun-tahun tinggal di Kendari, baru setahun saya mengalami "perjalanan" ini. So, this is my journey, my everyday journey.
My Everyday Journey
Tinggal sendiri, entah untuk yang keberapa kali saya sendiri lagi. Setelah melalui daerah Kemaraya dan semua penumpang telah turun, hanya saya dan pak supir yang bertahan di dalam pete-pete jurusan Kota ini. Oh ya, perkenalkan angkutan ekslusif saya setiap hari, pete-pete.
Sambil membayangkan diri di dalam Limosin pribadi dan diantar oleh supir pribadi (pula), ahhh...nikmatnya. Tapi... oh, itu kalau pak sopir tidak berkata, "Sampai di sini saja na, kita turun mi saja. Nanti sa panggilkan pete-pete yang lain*." Hahaha... gubraaak dah!. Jarak yang nanggung dan tak ada tak ada tanda-tanda penumpang lain, atau kehabisan bensin biasa membuyarkan lamunan indah saya dalam Limo pribadi.
Tujuan saya memang ada di titik akhir pete-pete jurusan ini dan memang jarang yang sealiran dengan saya. Ditambah lagi, setelahnya saya mesti menyambung pete-pete yang lain. Naik pete-pete jurusan Kota--Kampus/Wua-Wua memang melingkari setengah kota, sayang di pagi hari adalah waktu dimana penggemar "setia sampai akhir"-nya belum banyak (kecuali saya).
Turun dari satu pete-pete, kemudian dioper ke pete-pete yang lain. Kali ini saya naik pete-pete tujuan Purirano. Seringkali saya patah hati gara-gara si biru yang satu ini. Pada awal-awal ngantor dulu, kata-kata, "BMG? Yang di Purirano? Ohh... ndak sampai!" dari pak sopir terkadang menghancurkan hati ini berkeping-keping (halah... halah...!). Saya akui jaraknya memang lebih jauh dan jalanan yang masuk golongan tidak layak, tapi angkutan yang paling enak itu cuman pete-pete. Gak level kalau saya musti naik ojek (baca: gak level di ongkos lebih tepatnya).
Akan tetapi, lebih sering lagi kelas VIP terasa di jalur ini. Saya menjadi satu-satunya penghuni pete-pete, bersama sang sopir. Pak sopir langsung melajukan kendaraannya dan tidak menunggu penumpang yang lain lagi. Mungkin juga karena jumlahnya yang cukup (kalau tidak mau dibilang sedikit) sehingga hubungan antara sopir dan penumpang bisa dibilang dekat (kenal karena terbiasa). Beberapa kali bahkan saya temui, ongkos pete-pete cukup diganti dengan "Terima kasih, na!".
Kalau lagi gak suntuk atau pulas tidur, mata ini biasanya sibuk memandang keluar jendela. Desiran angin laut dari Teluk Kendari dan pemandangan pulau Bungkutoko (a mistery isle for me) menjadi pemanis hari (aaaiiiiihhh!).
Sudah tak terhitung kisah yang lahir dari sini. Juga tak hentinya saya bosan bercerita tentang dia, si pete-pete. Apakah ini mungkin karena aku telah jatuh cinta?? Jatuh cinta kepadanya... pete-pete.
Bagi saya, defenisi perjalanan bisa dibelokkan sedikit. Sesuai moto saya semenjak tahun lalu, "Apa sih yang tak bisa di Indonesia??" hehe. Ini bukan lagi soal jarak dan waktu, tetapi makna di balik perjalanan itu (tsaaaaah!).
Setelah bertahun-tahun tinggal di Kendari, baru setahun saya mengalami "perjalanan" ini. So, this is my journey, my everyday journey.
My Everyday Journey
Tinggal sendiri, entah untuk yang keberapa kali saya sendiri lagi. Setelah melalui daerah Kemaraya dan semua penumpang telah turun, hanya saya dan pak supir yang bertahan di dalam pete-pete jurusan Kota ini. Oh ya, perkenalkan angkutan ekslusif saya setiap hari, pete-pete.
Sambil membayangkan diri di dalam Limosin pribadi dan diantar oleh supir pribadi (pula), ahhh...nikmatnya. Tapi... oh, itu kalau pak sopir tidak berkata, "Sampai di sini saja na, kita turun mi saja. Nanti sa panggilkan pete-pete yang lain*." Hahaha... gubraaak dah!. Jarak yang nanggung dan tak ada tak ada tanda-tanda penumpang lain, atau kehabisan bensin biasa membuyarkan lamunan indah saya dalam Limo pribadi.
Tujuan saya memang ada di titik akhir pete-pete jurusan ini dan memang jarang yang sealiran dengan saya. Ditambah lagi, setelahnya saya mesti menyambung pete-pete yang lain. Naik pete-pete jurusan Kota--Kampus/Wua-Wua memang melingkari setengah kota, sayang di pagi hari adalah waktu dimana penggemar "setia sampai akhir"-nya belum banyak (kecuali saya).
Turun dari satu pete-pete, kemudian dioper ke pete-pete yang lain. Kali ini saya naik pete-pete tujuan Purirano. Seringkali saya patah hati gara-gara si biru yang satu ini. Pada awal-awal ngantor dulu, kata-kata, "BMG? Yang di Purirano? Ohh... ndak sampai!" dari pak sopir terkadang menghancurkan hati ini berkeping-keping (halah... halah...!). Saya akui jaraknya memang lebih jauh dan jalanan yang masuk golongan tidak layak, tapi angkutan yang paling enak itu cuman pete-pete. Gak level kalau saya musti naik ojek (baca: gak level di ongkos lebih tepatnya).
Akan tetapi, lebih sering lagi kelas VIP terasa di jalur ini. Saya menjadi satu-satunya penghuni pete-pete, bersama sang sopir. Pak sopir langsung melajukan kendaraannya dan tidak menunggu penumpang yang lain lagi. Mungkin juga karena jumlahnya yang cukup (kalau tidak mau dibilang sedikit) sehingga hubungan antara sopir dan penumpang bisa dibilang dekat (kenal karena terbiasa). Beberapa kali bahkan saya temui, ongkos pete-pete cukup diganti dengan "Terima kasih, na!".
Kalau lagi gak suntuk atau pulas tidur, mata ini biasanya sibuk memandang keluar jendela. Desiran angin laut dari Teluk Kendari dan pemandangan pulau Bungkutoko (a mistery isle for me) menjadi pemanis hari (aaaiiiiihhh!).
Sudah tak terhitung kisah yang lahir dari sini. Juga tak hentinya saya bosan bercerita tentang dia, si pete-pete. Apakah ini mungkin karena aku telah jatuh cinta?? Jatuh cinta kepadanya... pete-pete.
saat menunggu yang mendebarkan
***
# Pete-pete : Sebutan untuk angkot di daerah Makassar dan Kendari
# *artinya "Sampai di sini saja, ya. Silakan turun di sini. Nanti saya carikan angkot yang lain."
# Diikutsertakan dalam lomba Love Journey-nya Fatah dan Mbak Dian
# Pete-pete : Sebutan untuk angkot di daerah Makassar dan Kendari
# *artinya "Sampai di sini saja, ya. Silakan turun di sini. Nanti saya carikan angkot yang lain."
Alhamdulillah, coret satu target^^
ReplyDeletemau bikin love jurney, tapi agak bingung loh...
ReplyDeleteini temanya bebas atau ttg alam gt?
tema besarnya cinta dalam perjalanan.
ReplyDelete"Dalam setiap perjalanan, tak jarang kita menemukan 'cinta'. Entah itu cinta lokasi dengan seseorang yang kita temui di perjalanan, atau tiba-tiba jatuh cinta pada 'sesuatu' yang kita temukan dalam perjalanan itu sendiri.
Kalau saya sih meyakini sekali, selalu ada cinta dalam setiap perjalanan.
Nggak melulu cinta pada lawan jenis lho yaaa. Tapi tetap saja dalam setiap perjalanan saya selalu jatuh cinta lagi dan lagi. Kadang pada keindahan alamnya, pada suasananya, pada keramahan penduduknya, pada kulinernya.
Nah, teman-teman pasti dong, punya kisah cinta sendiri selama melakukan perjalanan. Daripada ceritanya disimpan sendiri, mending dibagi ke kami."--> copas dari info lombanya langsung
aneh banget sih namanya. hihihihi
ReplyDeletemau tau rahasianya, mau tau kenapa? dapatkan di buku terbaru ttg Kendari, terbit bulan depan Insya Allah^^ *promo...promo*
ReplyDeletemakan peteee?
ReplyDeletetidaaaks :p
Kirain cm di Jakarta yg naik angkot terus dioper... ternyata sampe ke Kendari juga -,-
ReplyDeleteAnw, hati2 Mba klw tinggal sendirian dalem angkot. Ngeri ngeri ngeriii... Klw di Jakarta ga aman bgt itu mah :(
Oiyeesss... mau donk donk donk ikutan lombanya. Blh minta link-ny? Gak gahol bgt nih :p
ReplyDeleteOiyeesss... mau donk donk donk ikutan lombanya. Blh minta link-ny? Gak gahol bgt nih :p
ReplyDeleteaduhhh...pose menunggu yang terakhir itu bikin prihatin. koq sampe begitu mendebarkannya ?
ReplyDeletejadi penasaran...
ReplyDeletekenapa misteri? gak terjamah kah?
Serasa naik limo... Maksudnya jeruk limo...^^
ReplyDeletehaha. beneran dinobatin jadi duta pete-pete neh mba pi :))
ReplyDeletebtw, angkotnya bersih yaa..
lucu ya nama angkot di makasar mba, hehehe
ReplyDeleteklo disini blm ada angkot loh:p *bangga atau sedih ya
LOCKED!!!
ReplyDelete*sudah nggak boleh edit lagi*
:D
@p adam.
ReplyDeleteEnak loh pak, pete-nya. Rasa nambah.
@nurje.
Alhamdulillah, msh aman. D sana mah bwaanx degdegser mulu kalo naik angkutan. Linknya ada di dlam post ya, sudut kiri bwah.
@hensam
Kenapa mendebarkan? Krn takut ga kebagian, hehe.
@vera
Dekat di mata, jauh di kaki. Belum pernah ksana.
@ fisra
Jeruk limo annyi!
@ai
Mungkin, hehe.
Bersih apalg kalo hbs disemir ma bensin, wanginya semerbak@_@
@vyka.
Hehehe, terdengar lucu emang kalo awal2 denger.
Emangx dmana? Kok ga ada?
@Fatah
Yaaa.. Udah dikunci. Okelah kalo bgitu:-P
eh foto yg terakhir lg nungguin apaan hehe
ReplyDeletesaya juga sering jdi penumpang VIP angkot :D
ReplyDeleteah kalau saja dunia perangkotan itu jadi kian profesional pun saya juga bakal jatuh cinta sekali, mbak pia hehehe...
ReplyDeletemaksudnya profesional tuh ya kek ndak sering ngetem, ontime selang berapa lama waktu sudah ada yang bergilir, bersih, dll..
*haiyah
makanya kan jadi banyak yang beralih dari angkot dan juga kemudian dari institusi semacam dinas perhubungan kurang memperhatikan kesejahteraan dan peningkatan kualitas perangkotan...
*ini pagi2 keknya saya ngelantur ngomongnya huhuhu*
huhuhu kangen deh naik pete-pete
ReplyDeletesejak tinggal di Bogor saya ndak pernah lagi naik pete-pete
klopun sekali-sekali pulang Kendari, mau kemana-mana selalu dianterin adik
ah, suatu hari klo pulang Kendari
saya niatkan ah mau naik pete-pete lagi
mau mengitari sepanjang jalan kenangan
jurusan lepo2 - Wua2 lanjut wua2 - andounohu
atau lanjut wua2-kota
*baru sadar di kendari itu banyak kata yang berulang hihihi
Pete-petenya bersih
ReplyDeletenungguin pangeran berkuda putih, mbak...
ReplyDeletehehe.. gak ding..
yah nunggu pete-petelah.. :)
di magelang sering sendirian yah mbak?
ReplyDeleteemang di sana ada angkot?? *ditimpuk pake sendal*
Setuju buat angkot yang lebih baik, yeah!!
ReplyDelete*kok kaya kampanye :P ??*
bukannya Bogor kota seribu angkot, kak? Mirip2 ji, minus musiknya yang menggelegar.
ReplyDeleteOke, kak, sa tunggu..hehe
kelihatannya, mbak ;)
ReplyDeletemungkin juga karena pengaruh pemilihan interior yang apik dari si pemilik. *ngomong rumah pa pete2??*
Iya Bogor memang kota beribu angkot
ReplyDeletetapi ya saya gak pernah ngangkot selama di Bogor
kemana-mana naik motor atau mobil
klopun harus naik angkutan publik
ya ojek atau kereta (ini mah tiap hari mondar mandir jkt-bogor) hihi
haha pete2nya warnanya putih yah?? xixixixi
ReplyDeletedicoba kak, naik angkot disana...
ReplyDeletesapatau rindunya terobati *halagh*
pete2 itu angkot ya..:)
ReplyDeletejadi inget antologi aku dan kendari..:) *tunggu ya email saya.. belum selesai bacanya..hehehe
di subulussalam mba
ReplyDeletega tahu khan itu dmn?
kota kecil mba
dipeta aj g nampak, xixixixi
oh, aceh to. Lupa ding aku...;)
ReplyDeletehoraaaaaaaaaaaaay
ReplyDeletetau yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa mba
wah terkenal skrg subulussalam
Kan ada di jurnalnya vyka, bbrp kali posting ttg subulussalamB-)
ReplyDeleteSaya juga senang naik pete-pete :)
ReplyDeletehahai^^
ReplyDeletemakasih udah ikutan ya Pia... :)
ReplyDeletesama2. mbak. Makasih juga buat idenya, hihi ;)
ReplyDelete